Pages

Senin, 18 Maret 2013

L.O.V.E | Part 7: Two Hearts to One Love

26 December 1996 / 11 A.M waktu London



Eshter berlari secepat mungkin, menuju The Royal London Hospital. Baru saja dia mendapat telepon bahwa ayahnya baru saja dibawa ke rumah sakit karena mendadak terkena serangan jantung. Eshter terus berlari, tak mempedulikan orang-orang yang tanpa sengaja di tabrak. Dia tidak mau kehilangan satu-satunya anggota keluarganya tercinta kembali pergi. Sudah cukup baginya untuk kehilangan sang Ibu. Eshter tidak rela kalau ayahnya sudah harus ikut menyusul sang Istri sekarang. Dia masih butuh ayahnya. Dia masih butuh pelukan hangat sang ayah.

BRUKK!

"A-Aduh..."

"M-Maaf! Aku sedang buru-buru."

Tanpa sengaja Eshter menabrak seorang pasien lain di rumah sakit itu, seorang perempuan mungil, yang nampak seumuran dengannya. Ketika Eshter sampai di kamar ayahnya dirawat, gadis itu bisa melihat ketika sang ayah terbaring lemah, namun masih tersenyum ke arah sang anak tunggal tercinta. Eshter melangkah pelan mendekati sang ayah yang masih dijaga oleh salah satu Anak buah paling setia dari keluarga Eshter. 

"Aku tidak mau kehilanganmu, Dad."

"Tidak apa, Eshter. Ayah akan segera sehat. Ayah berjanji."

Eshter mendapat perintah bahwa dia harus keluar dari kamar oleh sang dokter untuk pemeriksaan ayahnya. Hanya sang anak buahlah yang menemani ayahnya di dalam kamar. Eshter menutup pintu kamar itu menutup, dan melangkah ke arah sebuah kursi panjang di lorong rumah sakit. Hanya ada seorang perempuan yang duduk di sana. Dan coba tebak! Itu perempuan yang tadi Esher tabrak! Aduh!

"Hng, maaf. Tadi aku menabrakmu. Aku tak sengaja.."

"Oh tidak apa kok."

Gadis berambut merah itu langsung duduk tepat di samping sang perempuan mungil yang duduk diam menatap lantai di bawahnya. Apa yang sedang dipikirkannya?

"Aku Eshter. Salam kenal. Siapa namamu?"

"I-Ivy."

Nama yang bagus, pikirnya. Perempuan itu sempat tersenyum ketika menyebutkan namanya. Namun kemudian kembali menunduk menatap lantai. Sebenarnya, perempuan itu kenapa? Karena rasa penasaran Eshter yang begitu tinggi, akhirnya dia memutuskan untuk segera bertanya. Bisa saja kan kalau ternyata Ivy memikirkan cara untuk bunuh diri karena ditinggal pacarnya? Itu bahaya!

"Maaf, Ivy. Kau kenapa lesu begitu? Sedang ada masalah?"

"Hm? Tidak kok, tidak."

Lagi-lagi gadis itu tersenyum pada Eshter, senyum yang sangat manis. Pria mana yang tidak suka dengan senyumnya itu.

"Ngomong-ngomong, kau dirawat karena penyakit apa, Ivy?"

"Hanya penyakit biasa."

"Oh.."

Tak berapa lama kemudian, seorang dokter yang usianya sudah cukup tua dan Senior memanggil gadis itu. Di sebelah sang dokter berdiri seorang perempuan paruh baya dengan usia kira-kira 30-an tahun. Ivy melangkah meninggalkan Eshter tanpa sepatah katapun. Ivy masuk ke dalam ruangan dokter itu dengan wajah menunduk. Pasrah.

Cukup lama Eshter duduk sendirian di tempatnya, dan baru saja Ivy beserta perempuan paruh baya itu keluar dari ruangan sang dokter. Dan kali ini, sang dokterlah yang keluar. Eshter penasaran, dengan apa yang terjadi pada Ivy. Meskipun baru kenal, Eshter sudah sangat ingin tahu.

"Dokter. Gadis bernama Ivy itu.... kenapa?"

"Maaf, anda siapa?"

"Temannya. Teman lamanya."

"Oh.. Dia terkena kanker hati. Dan besok sudah harus dioperasi."

Eshter refleks menutup mulut dengan tangan kanannya, seakan-akan tak percaya dengan apa yang dia dengar. Gadis itu, Ivy, menderita penyakit parah seperti itu?

"Apa Ivy masih bisa disembuhkan?"

"Kemungkinannya kecil, sangat kecil."

Gadis ini tidak tahu, apa yang harus dia lakukan. Apakah dia harus menangis dan mengatakan pada Ivy bahwa dia sangat senang bisa mengenal Ivy walau sebentar? Oh Tuhan, Eshter tidak mau hal yang sama terjadi pada ayahnya tercinta. Dia rela melakukan apapun untuk ayahnya, walaupun itu harus mengorbankan nyawanya sendiri. Tapi Ivy, bagaimana?

Eshter terus berpikir tentang Ivy, tanpa tahu bahwa Ivy merupakan Pulau indah yang dijadikan Sean sebagai tempat pelabuhan hatinya...


To be Continued...

H.R.Y

1 komentar:

IndahhhMS mengatakan...

ahhhh lanjutin ceritanya noeeee.

Posting Komentar