Pages

Senin, 18 Maret 2013

L.O.V.E | Part 6: Like a Dream

26 December 1996 / 7 A.M waktu London

Pertemuan semalam nampaknya menjadi awal dari sebuah kisah lama yang diputar ulang namun dengan jalan cerita yang baru untuk Sean. Sebelum Eshter masuk ke dalam rumahnya, gadis itu membuat janji dengan Sean untuk berjalan-jalan ke tempat yang dulu sering mereka jadikan tempat pertemuan, atau lebih tepatnya tempat mereka berbagi, dulu. Sean masih selalu ingat dimana tempat itu, dan dia sudah siap pagi ini untuk pergi menemui Eshter di tempat itu. Begitu semangatnya sampai dia tidak lagi mempedulikan kotak hadiah yang dipersiapkannya untuk Ivy, di atas meja.



Jaket hitam ditambah celana jins dengan warna serupa dengan leher dibaluti syal warna putih, Sean meninggalkan rumahnya, melangkah menuju tempat penuh kenangan antara dirinya dan Eshter. Di tempat itu mereka menghabiskan banyak waktu. Di tempat itu mereka sudah banyak berbagi kisah lewat hati mereka masing-masing. Dan di tempat itu pulalah, awal dari sebuah kisah romantis sepasang anak muda dimulai dan juga diakhiri di tempat yang sama. 

"Hai Sean!"

Itu dia, gadis berambut meraj bernama Eshter, rupanya sudah menunggu dengan posisi tubuhnya yang menyandar pada sebatang pohon besar yang ada di dekatnya.

"Sudah menunggu lama?"

"Belum lama kok."

"Jadi, jalan?"

Sebuah anggukan sudah cukup untuk menjadi sebuah jawaban. Mereka melangkah menyusuri jalanan hutan bersalju yang sepi. Jalanan lurus itu mereka lalui berdua, jalan berdampingan. Sama persis dengan apa yang terjadi ketika mereka masih muda. Untuk beberapa saat suasana hening menjadi penghias langkah kaki mereka. Cahaya matahari pagi sedikit demi sedikit mengintip dari celah-celah diantara pepohonan menjulang yang tertutupi salju.

"So, Sean.Apa kau punya cerita menarik?"

"E-Eh? Hng.."

"Sudah, cerita saja. Dulu kau tidak pernah malu-malu kan. Hahaha..."

Pukulan ringan mendarat di punggung tegap Sean. Yah, saat-saat seperti inilah yang selalu dirindukan Sean dari masa lalunya. Dia sedikit bimbang, cerita apa yang harus dia bagi dengan Eshter? Apa merupakan hal yang baik kalau dia menceritakan soal pertemuannya dengan Ivy beberapa hari yang lalu? Iya, sejak pertama bertemu gadis itu, seakan-akan Sean menemukan sosok pengganti Eshter.

"Er.. Baiklah.."

Sepanjang perjalanan, Sean menceritakan soal bagaimana kehidupannya setelah kehilangan Eshter. Sampai dengan alasan mengapa dia selalu menghabiskan waktu untuk duduk di bangku panjang Hyde Park setiap malam untuk menunggu Ivy. Namun pemuda ini tidak menyebutkan nama Ivy dalam percakapannya kali ini. Sean tidak tahu apakah yang dilakukannya ini benar atau tidak. Tapi dia hanya berharap kalau Eshter setidaknya bisa mengerti apa yang dia rasakan, sebagai teman lama. Tidak lebih. Teman lama yang sudah sangat akrab.

"Nah! Lalu, kau tidak mau mencarinya Sean?"

"A-Aku belum coba."

"Aku yakin dia juga pasti sebenarnya juga menunggumu, Sean!"

Eshter boleh saja berkata seperti itu dengan lantang di mulutnya. Tapi tidak pada hatinya. Perasaannya seakan-akan jantung hatinya tersayat benda tajam hanya untuk berkata seperti itu. Air matanya tertahan, tentu saja dia tidak mau Sean melihat air mata dari seorang gadis yang sebenarnya masih sangat mengharapkan cinta dari Sean.

"Semoga saja kau benar. Lalu, bagaimana denganmu? Sudah menemukan sosok Pria Italia?"

"Ah, sudah. Mereka semua tampan."

Namun tidak ada yang mampu meluluhkan hatinya, seperti saat bersama Sean. Itu kata hatinya.

Mereka menghabiskan sisa waktu pagi hari dengan saling melempar bola salju. Dari dulu, dalam hal ini Eshter selalu keluar jadi pemenang. Dan juga, Eshter merasa bahwa ini seperti mimpi, mimpi yang akhirnya bisa jadi sebuah kenyataan indah. Andai saja Sean tahu apa yang sedang dia rasakan. Andai saja Sean tahu kalau Eshter masih sangat mengharapkan rasa itu kembali. Tapi sepertinya, Sean sudah menutup pintu hati untuk Eshter. Pemuda Sylvester itu sudah melabuhkan hatinya, ke sebuah Pulau yang indah. Pulau yang menyimpan begitu banyak mimpi dan masa depan yang cerah.

But, she always love him...



To be continued...

H.R.Y

0 komentar:

Posting Komentar